Rabu, 10 Februari 2010

bedah tulang

Total Knee Replacement Atasi Osteoarthritis

Penderita yang mengalami kerusakan pada tulang sendi (osteoarthtritis) kini dapat diatasi dengan total knee replacement. Bahkan sejak tahun 2000, salah satu rumah-sakit di Indonesia, telah melakukan operasi total knee replacement terbanyak di kawasan Asia Tenggara.

Ibarat mesin yang digunakan terus menerus, pada suatu masa akan mengalami gangguan akibat gesekan berulang. Hal yang sama terjadi pada organ tubuh kita, sebut saja sendi. Beda mesin dan tubuh manusia adalah jika kerusakan pada mesin, kita bisa menggantinya dengan spare part atau onderdil baru. Tapi bagaimana jika kerusakan itu terjadi pada sendi atau lutut kita. Apakah kita dapat menggantinya?

Umumnya, sendi lutut terdiri dari tiga bagian, yaitu tulang paha (femur), tulang kering (tibia), dan tempurung lutut (patella). Agar tidak mudah keropos dan melindungi dari gesekan yang terjadi, ketiga jenis tulang itu dilindungi tulang rawan. Selain itu, di antara femur dan tibia terdapat meniscus atau bantalan yang berfungsi sebagai engsel agar mudah melakukan aktivitas.

Meski mempunyai pelindung, berbagai kerusakan dapat terjadi pada tulang sendi (osteoarthtritis). Banyak penyebabosteoarthritis, di antaranya faktor usia, pengapuran, cedera lutut, dan sebagainya.

Indikasi awal osteoarthritis memang tidak sama, tapi pada banyak kasus ditemui gejala awal berupa, timbulnya rasa sakit dan nyeri pada lutut hingga membatasi aktivitas saat berjalan atau beraktivitas lainnya. Jika hal ini dibiarkan, suatu saat akan menimbulkan kekakuan serta ketidakstabilan saat berjalan. Kerusakan yang menonjol secara fisik atau deformitas berupa perubahan bentuk kaki menyerupai huruf ‘O’ atau ‘X’.

Jika kerusakan tidak segera ditindaklanjuti dengan pengobatan atau tindakan medis, dampak terburuk yang terjadi berupa pengikisan permukaan tulang rawan. Akibat pengikisan tersebut, akan memicu reaksi pembentukan tulang rawan baru di sekitar sendi. Pada banyak kasus pertumbuhan itu berada di luar tempurung hingga menyebabkan nyeri. Pembentukan tulang rawan yang tidak sempurna itu disebut juga perkapuran.

Tindakan terhadap pasien yang mengalami perkapuran dapat dilakukan dengan arthroscopic washout untuk mengikis serta membuang bagian tulang rawan serta tonjolan yang terjadi akibat perkapuran. Bahkan jika diperlukan, dapat dilakukan pengeboran (drilling) untuk merangsang pertumbuhan tulang rawan yang terarah di sekitar sendi. Meski demikian tindakan ini hanya dilakukan pada pasien osteoarthritis yang kondisinya belum begitu parah.

“Dalam tindakan arthroscopic, meski dilakukan di ruang operasi, pasien hanya dibius spinal atau lokal. Setelah dibius, dilanjutkan dengan peneropongan ke dalam sendi lutut menggunakan dua buah skop insisi kecil (4 mm). Skop ini juga memiliki kamera sehingga dapat memunculkan gambar pada monitor,” papar Head of Department Orthopaedic Surgery Rumah Sakit Medistra,dr Nicolaas C. Budhiparama, Jr.F.I.C.S.

Meski dilakukan dalam ruang operasi, lanjut dr. Nicolaas, dalam melakukan arthroscopic washout, pasien tetap dalam keadaan sadar. Bahkan dapat menyaksikan operasi lewat monitor. Setelah operasi selesai, umumnya pasien dapat langsung berjalan. Tapi, agar tidak menimbulkan cedera atau hal-hal yang tidak diinginkan pasca operasi, disarankan untuk memakai tongkat dalam beberapa minggu.

Sedangkan untuk perkapuran stadium lanjut atau grade IV, biasanya disertai dengan perubahan bentuk fisik dari kaki menyerupai huruf ‘O’ atau ‘X’. Jika hal itu terjadi, tindakan arthroscopic washout tidak banyak membantu. Sebab kerusakan itu menimbulkan kecacatan atau perubahan bentuk fisik kaki. Tindakan yang mungkin dilakukan adalah total knee replacement atau mengganti sendi lutut menggunakan prothese. Meski lutut aritifisial tidak sempurna seperti sebelumnya, tapi operasi itu akan memperbaiki kualitas hidup penderita dengan hilangnya rasa nyeri, kekakuan sendi, dan bentuk sendi lutut yang bengkok.

Total knee replacement biasanya dilakukan pada penderita osteoarthritis berat. Sebagian besar pasien yang mendapatkan lutut artifisial berusia di atas 50 tahun, tetapi bukan tidak mungkin ada penderita yang usianya lebih muda karena mengalami kasus khusus,” tambah dr.Nicoolaas.

Meski kerusakan sendi dapat diatasi dengan total knee replacement, tapi tindakan itu mengandung risiko. Beberapa kemungkinan yang dapat terjadi setelah operasi penggantian sendi adalah, nabloding (infeksi akibat dari pembalutan yang berlapis-lapis), atau thrombosis (pembekuan darah di sekitar bidang operasi), prothese lepas (akibat infeksi atau tidak kuatnya phrotesa menanggung beban berat badan penderita serta akibat dari aktivitas yang dilakukan penderita).

Karena itu, proses penggantian sendi lutut harus dilakukan dokter ahli dan kompeten di bidangnya. Selain itu, dengan tingkat kesulitan sangat tinggi, juga dituntut ketelitian dan kerapian dokter dalam melakukan operasi.

“Secara teknis setelah terpasang, prosthese dapat bertahan antara 15-20 tahun. Tapi dengan alasan tertentu, total knee ini tidak bisa dilakukan pada orang yang sangat gemuk atau usianya yang masih terlalu muda. Jika prosthesesampai loose, hal itu akan berakibat rasa sakit. Meski dapat diganti, tetapi operasi yang kedua hasilnya tidak sebaik operasi yang pertama,” ujar Dr Nicolaas.

Karena itu dalam proses total knee replacement harus dilakukan dengan hati-hati dan tingkat presisi sangat tinggi. Untuk membantu dokter dalam hal akurasi itu diperlukan alat Bantu. Alat bantu tersebut seperti yang digunakan dokter dalam melakukan operasi sendi di RS Medistra adalah robot surgery.

“Tahun 2006 ini, RS Medistra menjadi rumah-sakit pertama di Indonesia yang melakukan operasi pemasanganprosthese di antara sendi lutut dan arthroscopic washout dengan bantuan komputer atau robotic surgery. Dengan dukungan alat ini, hasil dan ketepatan operasi mendekati sempurna. Hal nyata adalah sayatan luka atau insisi juga dapat diperkecil atau minimally invasive surgery,” jelas dr Nicolaas lagi.

Perlu diketahui, sejak tahun 2000, RS Medistra telah melakukan operasi total knee replacement terbanyak di kawasan Asia Tenggara. Bahkan tahun 2004 RS Medistra menjadi rumah-sakit pertama di Asia Pasifik yang mempelopori penggunaan robotic surgery computer guidance dalam melakukan operasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar