Senin, 21 November 2011

Untuk Permudah Anamnesa, Mahasiswa FK Unpad Susun Buku “Bahasa Sunda untuk Praktik Kedokteran”

[Unpad.ac.id, 29/09/2011] Untuk memperoleh informasi mengenai rekam medis seorang pasien, dokter biasanya melakukan pendekatan secara subyektif dengan melakukan tanya-jawab atau biasa disebut dengan anamnesa. Namun, apa jadinya jika sang dokter tidak mengerti apa penyakit yang dikeluhkan oleh pasien? Kendala bahasa ternyata seringkali terjadi, seperti yang dialami sejumlah mahasiswa Fakultas Kedokteran (FK) Unpad. Untuk itu, Forum Mahasiswa Pendidikan Profesi Dokter (P3D) membuat buku saku berjudul “Bahasa Sunda untuk Praktik kedokteran”. Buku setebal 209 halaman ini disusun sebagai pedoman untuk para dokter muda yang banyak terjun di daerah Jawa Barat.

Buku saku "Bahasa Sunda untuk Praktik Kedokteran" (Foto: Dadan T.)*

“Di FK sendiri kan tidak seluruhnya mahasiswa asal Jabar, ada yang dari luar daerah Jabar, bahkan luar negeri. Kami Forum Mahasiswa Pendidikan Profesi Dokter (P3D) berinisiatif membuat buku saku, Bahasa Sunda untuk Praktik Kedokteran,” kata Ditia Gilang Shah, mahasiswa Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D) FK Unpad, saat ditemui di Lobi Gedung Rektorat, Gedung 1 Kampus Unpad, Jln. Dipati Ukur No.35 Bandung, Rabu (27/09).

Diawali dari penyebaran angket di kalangan mahasiswa Ko-as FK Unpad, bahwa salah satu poin yang ternyata diinginkan para mahasiswa selama Ko-as adalah diadakannya pelatihan bahasa Sunda. Sebagian besar, tambah Gilang mengaku tidak bisa bahasa sunda. Tidak hanya mahasiswa yang berasal dari luar daerah Jabar, mahasiswa asal Jabar pun ternyata tidak seluruhnya bisa bahasa Sunda.

“Kebanyakan ngaku-nya nggak bisa bahasa Sunda. Karena bagi kami pelatihan saja tidak cukup. Maka kami juga membuat buku saku untuk dapat digunakan setiap waktu,” jelasnya.

Bersama timnya yang terdiri dari 11 orang, proses pengerjaan buku berukuran 4,13 x 5,83 inchi ini diakui Gilang hanya memakan waktu selama 6 bulan. Sembilan mahasiswa yang mengerjakan isi buku adalah Anggi Noviantini, Belni Pusmilasari, Deti Paridlah, Indra Permana S, Mochammad Rezza, Rasyid Muflih Malis, Ryni Tilawati, Yuki Andrianto, dan Yunisa Pamela. Sebagai ilustrator, Muhammas Mukhlis dan desain cover oleh Richard Chandra. Seluruhnya mahasiswa Ko-as FK Unpad.

Kemudian, Gilang melanjutkan, setiap bab dalam buku ini disusun sesuai dengan kepentingan anamnesa di lapangan. Pada bab pertama dijelaskan mengenai tata bahasa dalam bahasa sunda. Dimulai dari fonologi, jenis-jenis kata dalam bahasa sunda, imbuhan, tatakrama bahasa sunda, waktu, angka, bilangan, nama-nama hari, bagian-bagian tubuh dan organ dalam. Pada bab II diilustrasikan anatomi tubuh dan keluhan dalam bahasa sunda. Sementara pada bab III merupakan contoh percakapan anamnesa dalam bahasa sunda.

Sebagai pengagas dari pembuatan buku saku ini, Gilang yang merupakan mahasiswa asal Padang, Sumatera Barat ini mengaku masih banyak kekurangan yang ada dalam buku saku bahasa sunda tersebut. Dapat dikatakan, penulisan buku hanya berdasarkan pengalaman di lapangan dan kemampuan para penulisnya (mahasiwa Ko-as FK Unpad) dalam berbahasa Sunda.

“Buku saku ini kami akui masih jauh dari sempurna. Walaupun para penulis, sebagian besar mahasiswa asal Jabar, tetapi kami belum dibantu oleh ahli bahasa,” kata Gilang yang juga berharap adanya dukungan untuk dapat menyempurnakan buku saku tersebut.

Ia yakin, masih banyak istilah kesehatan dalam bahasa Sunda yang bisa memperkaya khazanah dunia kedokteran. Buku saku atau buku kamus untuk kesehatan, menurutnya akan sangat membantu para dokter muda, apalagi ketika harus ketika berhadapan dengan masyarakat Sunda.

“Selama ini belum ada referensi atau kamus bahasa Sunda yang khusus bagi kepentingan kedokteran. Bagi kami, kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang cukup mendesak, karena proses komunikasi anamnesis mempunyai pengaruh besar atas suatu proses keberhasilan treatment yang dilakukan untuk pasien. Jika komunikasi antara dokter dan pasien tidak berjalan baik, bagaimana kami bisa membantu para pasien kami,” cerita Gilang.

Buku saku yang dicetak hanya sekitar 150 eksemplar ini, jelas Gilang akan dibagikan kepada peserta pelatihan Bahasa Sunda di FK Unpad, yang akan digelar November 2011 mendatang. Ketika ditanya apakah akan dikomersialisasikan, Gilang bersama timnya belum berpikir untuk dapat mengomersilkan buku saku tersebut.

“Beberapa rekan dari Fakultas Kedokteran di sejumlah universitas di kota Bandung sudah ada yang menanyakan, dimana untuk bisa membeli buku ini. Tapi untuk saat ini, belum terpikirkan untuk dikomersilkan,” kata Gilang. Ia menambahkan tidak ada kata terlambat untuk belajar bahasa Sunda. Semua semata-mata hanya untuk kepentingan para pasien. *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar